Kamis, 18 Juni 2015

Analisis Antalgin Tablet



BAB I
PENDAHULUAN

I.1   Latar Belakang
     Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (Anief, 1999)
     Analgetik atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal. Karena bahaya agranulositosis, obat ini sudah lama peredarannya dibanyak negara, antara lain Amerika serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Raharja 2007)
     Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat, tergantung dari struktur kimia dan sifat fisiko-kimianya. Antalgin dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi Iodimetri adalah titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium.
     Menurut FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 % (CV < 5%). Dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.      
     Untuk menjamin suatu sediaan tablet dilakukan beberapa evaluasi mutu tablet, yaitu meliputi uji keseragaman bobot, uji keregasan tablet, uji kekerasan tablet, uji waktu hancur, uji kadar tablet dan uji disolusi. Pada percobaan ini akan dilakukan evaluasi uji keseragaman bobot dan kadar kandungan tablet antalgin.


I.2   Tujuan
       Mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisa keseragaman bobot tablet dan kadar tablet Antalgin.
I.3   Manfaat
       Mahasiswa dapat mengetahui cara dalam menganalisa keseragaman bobot dan kadar dalam suatu produk obat berupa tablet.






BAB II
TEORI DASAR

II.1  Tinjauan Pustaka
a.  Tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan, dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara
 oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaanya dapat cara sublingual, bukal, atau melalui vagina.
Dengan metode pembuatan tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus mempunyai sifat-sifat yang baik, yaitu:
1.   Cukup kuat dan resisten terhadap gesekan selama proses pembuatan, pengemasan, transportasi dan sewaktu di tangan konsumen. Sifat ini diuji dengan uji kekerasan dan uji friabilitas.
2.   Zat aktif dalam tablet harus dapat tersedia dalam tubuh. Sifat ini dilihat dari uji waktu hancur dan uji disolusi.
3.   Tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (untuk zat aktif kurang dari 50 ml). Parameter ini diuji dengan variasi bobot dan uji keseragaman kandungan.
4.   Tablet berpenampilan baik dan mempunyai karakteristik warna, bentuk dan tanda lain yang menunjukkan identitas produk.
5.   Tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi yang konsisiten.
b.  Keragaman bobot   dan   keseragaman kandungan (FI ed. IV)
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut ( FI.ed.III ) :
a.  Ditimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b.  Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh lebih dari  2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom " A " dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom " B ".
c.  Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom " A " maupun kolom " B " .

   Bobot rata-rata tablet
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A
B
< 25mg
15
30
26 – 150 mg
10
20
151 – 300 mg
7,5
15
> 300 mg
5
10

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.  ( Farmakope Indonesia ed.IV )

II.2       Tinjauan Umum Antalgin ( Dirjen POM, 1995 )
A.   Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).



B.   Farmakologi Antalgin
Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

C.   Efek Samping Antalgin
     Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan (Lukmanto, 1986).

II.3       Metode Penetapan Kadar Antalgin
A.   Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).
B.   Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).
C.   Indikator
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007). Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar (Basset, 1994).
D.   Larutan Pentiter
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan dengan Natrium tiosulfat segera akan digunakan (Day, 2002). Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).




BAB III
METODOLOGI

III.1 Sampel yang diperiksa
Obat Generik tablet Antalgin 500mg yang disiapkan dari laboratorium Analisa Obat dan Makanan.
III.2 Alat dan Bahan
A.  Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1.    Beaker Glass
2.    Erlenmayer
3.    Biuret
4.    Klem dan statis
5.    Pipet Volume
6.    Pipet Ukur
7.    Gelas Ukur
8.    Corong Glass
9.    Pipet tetes
10. Tissue
11. Timbangan Analitik
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1.    Larutan Baku Primer
2.    Larutan Baku Sekunder
3.    Larutan Indikator Amylum 1%
4.    Sampel
5.    Aquadet


III.3      Pembuatan Reagen
a.    KIO0,1 N 500 ml
Gram      =    
               =    
               =     0,8916 gram.
            Cara Kerja :   1. Ditimbang KIOkemudian dimasukkan ke dalam beakerglass.
                                    2. Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas labu ukur.
            b.    Na2S2O0,1N 500 ml
                   Gram    =
                                 =
                                 = 12,409 gram.
            Cara Kerja :   1. Ditimbang Ikemudian dimasukkan ke dalam beakerglass.
                                    2. Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas labu ukur.
           






III.4      PROSEDUR KERJA
     A.    Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
                1.  Dipipet 10 ml KIO3 dimasukkan ke dalam labu erlenmayer 250 ml.
            2.  Ditambah 10 ml H2SO4 dan 10 ml KI
            3.  Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning muda tepat hilang.
     B.   Standarisasi I2 dengan Na2S2O3
            1.  Dipipet 10 ml Na2S2Odimasukkan ke dalam labu erlenmayer 250 ml
            2.  Dititrasi dengan I2 sampai warna kuning kecoklatan.           
     C.   Penetapan Kadar Antalgin
            1.  Ditimbang setara serbuk tablet sebanyak 300 mg, dimasukkan ke dalam erlenmayer 250 ml.
            2.  Ditambahkan air bebas CO2 dan 7,5 ml HCl.
            3.  Dititrasi dengan I2 sampai warna kuning keclokatan.


BAB IV
DATA HASIL PENELITIAN

IV.1     PENIMBANGAN SAMPEL
            1.  Kertas + sampel                   =          0,5798 gram
                 Kertas + Sisa                                    =          0,2894 gram 
                 Sampel                                  =          0,2908 gram
            2.  Kertas + Sampel                   =          0,5688 gram
                 Kertas + Sisa                                    =          0,2771 gram –
                 Sampel                                  =          0,2977 gram
            3.  Kertas + Sampel                   =          0,5919 gram
                 Kertas + Sisa                                    =          0,2735 gram-
                 Sampel                                  =          0,3184 gram

IV.2     Data Titrasi
            A. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Vol KIO3
N
Vol Na2S2O3
N
10 ml
0,1
10,7 ml

10 ml
0,1
10,4 ml

10 ml
0,1
10,5 ml


            Rata-Rata
                               =        10,54 ml

           
           
                        N1 Na2S2O3 = 0,0955N
   
    B. Standarisasi I2 dengan Na2S2O3
Vol Na2S2O3
Normalitas
Vol I2
Normalitas
10 ml
0,0955 N
10,4 ml

10 ml
0,0955 N
10,3 ml

10 ml
0,0955 N
10,4 ml

            Rata-Rata
                               =        10,37 ml
           
           
                        N1 I2 = 0,0920N
      




       C. Penetapan Kadar Antalgin          
Bobot Sampel
Volume I2
290,8 mg
13,8 ml
297,7 mg
14,3 ml
318,4 mg
26,6 ml
            PK Antalgin no. 1     =
                                =
                                                = 475,49 mg
            PK Antalgin no.2      =
                                =
                                                = 481,30 mg
            PK Antalgin no.3      =
                                =
                                                = 837,08 mg
       D. Penolakan Data     
X
∑ X
D
475,49 mg

597,95 mg
112,46
481,30 mg
116,65
837,08 mg
239,13
            Data yang dicurigai = 837,08 mg
           
           
X
∑ X
D
d
475,49 mg

478,395 mg
2,905
2,905
481,30 mg
2,905
2,905
            Selisih antara data yang dicurigai            = 837,08mg - 478,395 mg
                                                                        = 358,685 mg
            2,5 x d             = 2,5 x 2,905
                                    = 7,2625
            Karena 358,685 > 7,2625 maka data 837,08 ditolak.
            Jadi kandungan antalgin dalam tablet adalah 478,395 mg/tab.
            % Kadar Tab 1          =
                                                = 95,09%.
            % Kadar Tab 2          =
                                                = 96,26%.
            % Kadar Tab 3          =
                                                = 67,41%.
Kesimpulan : jadi dari percobaan di atas tablet nomor 3 tidak memenuhi persyaratan FI IV.





IV.3     DATA KESERAGAMAN BOBOT
X ( mg )
∑X - X
∑X – X2
Kadar mg/tab
% Etiket
609,6
10,27
105,4729
470,46
94%
629,5
9,63
92,73
485,82
97,16%
613,9
5,97
35,64
473,78
94,756%
612,9
6,97
48,58
473,01
94,602%
623,1
3,23
10.43
480,88
96,176%
619
0,03
0,0009
478,41
95,682%
628,3
8,43
71,06
484,90
96,98%
618
1,37
1,87
477,26
95,45%
621,5
1,63
2,65
479,65
95,93%
621,6
1,73
2,99
479,73
95,94%
∑X = 619,87

371,42



SB
   
    =        5,25

SBR    =
           =
           = 0,85%
Syarat yang ditetapkan : Bila SBR ≤ 6,0 % maka tablet antalgin memenuhi syarat FI IV.

BAB V
PEMBAHASAN

            Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).
            Metode Penetapan Kadar Antalgin
A.   Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).
B.   Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).
C.   Indikator
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007). Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar (Basset, 1994).

Pada penelitian ini uji kadar antalgin dilakukan dengan menggunakan metode titrasi iodimetri, metode ini merupakan metode yang cukup akurat karena titik akhirnya jelas. Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar adalah sebagai berikut :
1. PK. No 1 = 475,49 mg/tab (95,09% b/b).
2. PK. No.2 = 481,30 mg/tab (96,26% b/b).
3. PK. No.3 = 837,08 mg/tab (67,41% b/b)
       Dari ketiga kadar diatas terdapat satu data yang dicurigai yaitu PK. No 3 yaitu sebesar 837,08mg/tab. Hal ini disebabkan karena pada saat titrasi ataupun penimbangan sampel yang kurang teliti, sehingga selisihnya besar.
           
            Sedangkan pada uji keseragaman bobot tablet, nilai SBR yang diperoleh adalah sebesar 0,85%. Uji ini dilakukan dengan cara menimbang tablet antalgin satu persatu sebanyak 10 tablet yang kemudian dihitung selisih antar tablet.






BAB VI
KESIMPULAN dan PENUTUP

       Jadi dari hasil penelitian ini diperoleh hasil penetapan kadar tablet antalgin sebesar 478,39 mg/tab dengan % kadar 95,67% b/b hasil ini memenuhi persyaratan FI IV yaitu sebesar 95,0 % - 105,0%. Dan nilai keseragaman bobot dengan nilai SBR sebesar 0,85% dengan persyaratan FI IV tidak lebih dari 6,0%. Sehingga tablet antalgin yang di uji memenuhi persyaratan kadar dan keseragaman bobot.

























DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A, 1994, Analisa Kuantitatif Senyawa Farmasi, Universitas Sumatera Utara Press, Medan Hal 23-25.
Anief, M., 1991, Apa yang perlu diketahui tentang obat, Gajah Mada University Press,Yogyakarta, Hal 25.
Anief, M., 1999, ILMU MERACIK OBAT TEORI DAN PRAKTEK, Gajah Mada University Press,. Yogyakarta, Hal 210-216.
Ansel,H.C.,1989,Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Universitas Insonesia Press, Jakarta, Hal 399-405.








PENETAPAN KADAR METAMPIRON
A.    TUJUAN

Tujuan dari percoabaan ini yaitu untuk menetapkan kadar metampiron (antalgin) secara iodimetri.
B.     LANDASAN TEORI
Analisis volumetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang sangat penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisis volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat (Harjanti, 2008).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yg diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah sampel tertentu yg akan di analisis. Titrasi dapat diartikan larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan dalam erlemeyer yang akan diselidiki volumenya. Ada beberapa macam titrasi, salah satunya adalah titrasi redoks yaitu titrasi yang berdasarkan pada perpindahan electron antara titran dengan analit. Titrasi redoks ada yang dikenal dengan metode iodimetri. Iodimetri adalah titrasi langsung yang melibatkan larutan iodium. Diantara obat yang menggunakan metode iodimetri adalah asam askorbat, natrium askorbat, metampiron (antalgin), natrium tiosulfat dan sediaan-sediaan injeksi (Gholib & Rohman, 2007).
Titrasi iodimetri merupakan suatu proses titrasi secara langsung dengan menggunakan larutan iod sebagai larutan standarnya. Titrasi Iodimetri juga menggunakan indicator. Larutan amilum digunakan karena metodenya akurat dan cepat untuk mengetahui adanya kalium iodat dalam garam. Kalium iodat dapat dideteksi oleh larutan amilum karena kalium iodat dan amilum bereaksi membentuk kompleks yang berwarna biru (Saptarini, 2009).
Harga potensial standar (Eo) pada iodium berada pada daerah pertengahan yaitu iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun reduktor walaupun pada dasarnya iod lebih mudah untuk mengoksidasi daripada mereduksi (Idrus, 2013).
Metampiron adalah turunan pirazolon yang berkhasiat sebagai obat antipiretik-analgesik atau biasa disebut sebagai senyawa analgetika non narkotik yang berkerja sebagai analgetika dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari aminopirin (Hasibuan, 2009). Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O) memiliki bobot molekul 351,4. Titik lebur metampiron 1720C. Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut dalam eter, aseton, benzen dan kloroform. Metampiron memiliki panjang gelombang serapan maksimum yang berbeda pada pelarut yang berlainan. Metampiron dan fenilbutason memiliki kemiripan pada struktur molekulnya dan merupakan kombinasi obat analgetik, antipiretik yang masih ditemukan dipasaran. Telah diketahui bahwa campuran metampiron dan fenilbutason, mampu membentuk interaksi molecular berupa senyawa molekular yang melebur in-kongruen (peritektik) jika diberi perlakuan berupa energy termik. Titik peritektiknya terletak pada suhu 149,80C (Soewandhi, 2007).
Obat yang sering digunakan untuk menghilangkan radang dan rasanyeri adalah obat-obatan analgetika atau Obat Antiinflamasi Nonsteroid(OAINS). Meskipun berkhasiat menghilangkan radang dan nyeri, obat ini tak boleh digunakan sembarangan karena jika digunakan bertahun-tahundengan dosis tinggi, bisa menimbulkan adiksi, pengeroposan tulang, dantulang rawan (Harwati, 2009).


C.    ALAT DAN BAHAN
1.      Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.       Buret 25  ml
2.       Statif dan Klem
3.       Gelas ukur 100 ml
4.       Erlenmeyer 100 ml
5.       Pipet tetes
6.       Lumpang  dan Alu
7.       Corong
2.      Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.      Aquades
2.      Larutan iodida  0,1 N
3.      Larutan Kanji 0,5%
4.      Antalgin 500 mg
3. Uraian Bahan
-       Asam Klorida Encer (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                 : ACIDUM HYDROCHLORIDUM DILUTUM
Pemerian                      : Cairan; tidak berwarna tidak berbau.
Bentuk Molekul          : 36, 46
Rumus Molekul           : HCl
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat                        : Zat tambahan
-        Iodium (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                 : IODUM
Pemerian                     : Keping atau butir, berat mengkilat, seperti logam; hitam kelabu; bau khas.
Berat Molekul             : 126, 91
Rumus Molekul           : I2
Kelarutan                    : Larut dalam leih kurang 3500 bagian air, dalam 13 bagian etanol(95%) P, dalam lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 4 bagian karbondisulfida P; larutdalam klorofrom P dan dalam karbontetraklorida P.
-       Tepung Kanji (Amilum) (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                 :  AMYLUM MANIHOT
Pemerian                     : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil; putih; tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan                    : Praktis, tidak larut dalam air dingin dan dalametanol (95%).                                                    
Penyimpanan              : Dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering.
Khasiat                        : Zat tambahan
-       Metampiron (Antalgin) (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                 : MHETAMPYRONUM
Sinonim                       : Antalgin
Berat Molekul             : 351,57
Rumus Molekul           : C13H16N3NaO4S.H2O
Rumus Struktur           :
                                                  
Pemerian                      : Serbuk hablur; putih atau putih kekuningan.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat                        : Analgetikum, antiperetikum
-          Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                 : AQUA DESTILLATA
Sinonim                       : Air Suling
Pemerian                     : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Berat Molekul             : 18,02
Rumus Molekul           : H2O
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik.

  


D.    PROSEDUR KERJA
1.        Pembuatan Indikator Larutan Kanji


  


-        Ditimbang 0,25 gram dan dimasukkan kedalam gelas ukur 50 ml
-        Diencerkan dengan air sebanyak 50 ml di dalam labu takar
-        Dimasukkan kedalam gelas ukur lalu dipanaskan dengan menggunakan hot plate

Larutan kanji 0,5 %

2.         Penetapan Kadar Sampel


  


-        Digerus hingga halus
-        Ditimbang sebangak 400 gram
-        Ditambahkan HCl 5 ml dan dilarutkan dengan aquades sampai 50 ml
-        Digojok hingga homogen
Larutan Antalgin 50 ml
Larutan Antalgin 50 ml
-        Dipipet 10 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
-        Diteteskan indikator larutan kanji 0,5 %
-        Dititrasi dengan larutan I2 0,1 N sampai berubah warna menjadi biru mantap
-        Diulang prosedur di atas sebanyak 3 kali

V= 1,3 ml
V= 1,2 ml
V= 1,0 ml


E.     HASIL PENGAMATAN
1.      Tabel Pengamatan

Perlakuan
Volume titran yang terpakai
400 mg Antalgin + 5 ml HCl 0,01 M, diencerkan dengan air sampai volumenya 50 ml
10 ml larutan Antalgin + 1 pipet larutan kanji, kemudian dititrasi dengan larutan I2 0,1 N. Diulang sebanyak 3 kali

V= 1,3 ml
V= 1,2 ml
V= 1,0 ml




2.      Perhitungan
Diketahui              : Volume I2
V= 1,3 ml
V= 1,2 ml
V= 1,0 ml
                                      NI2                = 0,1 N
                                      BE                 = 16,67 mg
Berat Sampel = 400 mg
Ditanyakan            : Kadar Metampiron = . . .?
Penyelesaian          :
-          Menentukan V rata-rata I2
V rata-rata = 
= 1,3 + 1,2 + 1,0
= 3,5/3
=1,16 ml
-          Menetukan mg sampel
Mg sampel = 
                   =     
                    = 80 mg
-          Menetukan Kadar Metampiron
Kadar metampiron      =  
            Kadar metampiron      = 
                                                = 2,4 %
3.      Reaksi
                CH3                                                    CH3
                                             
               N                                                       N
      C6H5                                  CH3              C6H5                                        CH3
                                                                                                                                                                                                   
                                                    H2O                           + NaSO3 + CHOH
                                      SO3Na  HCL                           
  
  O                        N     CH2                O                     NH
                                                                                                              
                                           CH3                                                 CH3
   NaHSO3      +     I2   +  H2O                         NaHSO3      +    2HI


F.     PEMBAHASAN
Iodimetri merupakan metode titrasi yang penentuan atau penetapannya berdasar pada jumlah volume I2 yang bereaksi dengan sampel. Iodimetri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran. Penentuan kadar Metampiron dengan metode titarsi iodimetri ini didasarkan pada prinsip tereduksinya analit oleh I2 menjadi ion I-. Pada umumnya sebelum melakukan titrasi, larutan I2 distandarisasi terlebih dahulu menggunakan larutan standar primer. Biasanya I2 dilarutkan dalam larutan KI, ini disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3.
Metampiron adalah suatu derivat Pirazolon yang mempunyai efek analgetika-antipiretika yang kuat. Dengan penambahan Tiamina mononitrat, efek analgetiknya diperkuat lagi khusus untuk menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan neuritis. Efek samping dari obat ini adalah  pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung Metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah methemoglobinemia, erupsi kulit, seperti pada kasus eritematous disekitar mulut, hidung dan alat kelamin. Reaksi hipersensitif reaksi pada kulit.
Pada percobaan ini, digunakan metampiron sebanyak 400 mg yang akan dititrasi dengan menggunakan larutan iodinDalam percobaan ini digunakan amilum sebagai indicator, dalam hal ini yaitu larutan kanji yang telah dilarutkan dalam air. Kegunaan kanji sebagai indicator bertujuan untuk mengetahui batas penanda berakhirnya titrasi dengan larutan iodium.Penambahan pati juga berfungsi membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu bersifat tidak dapat larut dalam air dinginketidakstabilan suspensinya dalam airdengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasiSebelum dititrasi, terlebih dahulu metampiron dilarutkan dengan aquades dan HCl 0,01 N.Penambahan 0,01 N HCl dilakukan untuk meningkatkan keasaman Metampiron, karena dalam titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan asam.Telah diketahui bahwa dalam metode titrasi, larutan yang diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman dari larutan metampiron tersebut. Metampiron digunakan sebagai titrat, sementara iodin digunakan sebagai titran. Penetapan metampiron pada percobaan ini dilakukan dengan analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi. Iodometri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya paling rendah dari sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator.   
Dalam percobaan titrasi kali ini, larutan titrat yakni Metampiron menghasilkan warna merah muda keunguan. Namun menurut teori yng ada, larutan Metampiron yang dititrasi dengan Iodin mengunakan indikator kanji akan menghasilkan warna biru gelap pada larutan. Kelarutan dari iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron (NaHSO) menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4.  Seharusnya titik akhir dari reaksi ini diindikasikan oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk warna biru gelap. Selama metampiron masih terdapat dalam larutan, triiodida secara cepat dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada warna biru gelap yang terbentuk dari reaksi antara iodin - pati. Namun ketika metampiron telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam kesetimbangan dengan iodin akan membentuk warna biru gelap akibat reaksi dengan pati. Adanya kesalahan dalam percobaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kesalahan pada saat pembuatan Indikator atau sampel yang digunakan sudah tidak steril, dalam hal ini yaitu sampel yang telah terkontaminasi dengan zat lain.
Pada percobaan ini penetapan kadar metampiron yang telah dilakukan, tidak dapat ditentukan berat equivalennya karena tidak dapat diketahui mol titran dan titratnya, sehingga yang dapat diukur hanyalah titik akhir titrasi saat mengalami perubahan warna.


G.    KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam percobaan ini yaitu didapatkan kadar metampiron pada sampel obat Antalgin adalah 2,4 %.

   



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013, Penuntun Praktikum Kimia Analisis I, Universitas Haluoleo, Kendari.


Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi IIIDepatemen Kesehatan RI, Jakarta.


Gandjar, Golib  Ibnu, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.


Harjanti, Ratna Sri, 2008, Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma    domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri,           Jurnal Rekayasa Proses, Vol 2.No.2.


Harwati, CH Tri, 2009, Khasiat jahe bagi kesehatan tubuh manusia, Jurnal inovasi pertanianVol. 8. No.1.


Hasibuan, Sri Romaito, 2009, Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Efek Analgetika Metampiron pada Marmut (Cavia cobaya)Skripsi, Fakultas Farmasi Univesitas Sumatra Utara, Medan.


Idrus, Rosita ,dkk, 2013, Pengaruh suhu aktivasi terhadap kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa, Jurnal Prisma fisika,  Vol.1. No.1.

         
Saptarini, dkk, 2009, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Kalium Iodat Dalm Garam Dengan Menggunakan Metode Iodimetri dan Spektrofotometri Ultra Violet,Jurnal FarmakaVol.7 No. 2.


Soewandhi, Sundani Nurono, dkk. 2007. Pengaruh Milling Terhadap Laju Disolusi Campuran Metampiron-Fenilbutason (7:3). Majalah ilmu kefarmasianVol. 4. No.2.