BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara
kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (Anief, 1999)
Analgetik atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antalgin merupakan derivat sulfonat dari
aminofenazon yang larut dalam air. Obat ini dapat secara mendadak dan tak
terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal. Karena bahaya
agranulositosis, obat ini sudah lama peredarannya dibanyak negara, antara lain
Amerika serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Raharja 2007)
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat, tergantung dari
struktur kimia dan sifat fisiko-kimianya. Antalgin dapat ditentukan kadarnya
dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi Iodimetri adalah titrasi
langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem
iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium.
Menurut FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20
tablet. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu,
tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 % (CV < 5%). Dan tidak satu
tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot
rata-ratanya.
Untuk menjamin suatu sediaan tablet dilakukan beberapa evaluasi mutu tablet,
yaitu meliputi uji keseragaman bobot, uji keregasan tablet, uji kekerasan
tablet, uji waktu hancur, uji kadar tablet dan uji disolusi. Pada percobaan ini
akan dilakukan evaluasi uji keseragaman bobot dan kadar kandungan tablet
antalgin.
I.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisa
keseragaman bobot tablet dan kadar tablet Antalgin.
I.3
Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui cara dalam menganalisa keseragaman bobot dan kadar
dalam suatu produk obat berupa tablet.
BAB II
TEORI DASAR
II.1 Tinjauan
Pustaka
a. Tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan, dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaanya dapat cara sublingual, bukal, atau melalui vagina.
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan, dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaanya dapat cara sublingual, bukal, atau melalui vagina.
Dengan
metode pembuatan tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus mempunyai
sifat-sifat yang baik, yaitu:
1. Cukup kuat dan resisten terhadap
gesekan selama proses pembuatan, pengemasan, transportasi dan sewaktu di tangan
konsumen. Sifat ini diuji dengan uji kekerasan dan uji friabilitas.
2. Zat aktif dalam tablet harus dapat
tersedia dalam tubuh. Sifat ini dilihat dari uji waktu hancur dan uji disolusi.
3. Tablet harus mempunyai keseragaman
bobot dan keseragaman kandungan (untuk zat aktif kurang dari 50 ml). Parameter ini diuji dengan variasi bobot dan uji keseragaman
kandungan.
4. Tablet berpenampilan baik dan
mempunyai karakteristik warna, bentuk dan tanda lain yang menunjukkan identitas
produk.
5. Tablet harus menunjukkan stabilitas
fisik dan kimia serta efikasi yang konsisiten.
b. Keragaman
bobot dan keseragaman kandungan (FI ed. IV)
Keseragaman bobot
ditetapkan sebagai berikut ( FI.ed.III ) :
a. Ditimbang
20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh lebih
dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari
harga yang ditetapkan pada kolom " A " dan tidak boleh ada satu
tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam
kolom " B ".
c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan
tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot
rata-rata yang ditetapkan dalam kolom " A " maupun kolom " B
" .
Bobot
rata-rata tablet
|
Penyimpangan
bobot rata-rata dalam %
|
|
A
|
B
|
|
< 25mg
|
15
|
30
|
26 – 150 mg
|
10
|
20
|
151 – 300 mg
|
7,5
|
15
|
> 300 mg
|
5
|
10
|
Tablet harus memenuhi
uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan
jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot
bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif
merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh
karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang
mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50
% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang
pengujiannya dilakukan pada tiap tablet. ( Farmakope
Indonesia ed.IV )
II.2
Tinjauan Umum Antalgin ( Dirjen POM, 1995 )
A. Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif
terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat
ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang
merugikan (Setiabudy, 2007).
B. Farmakologi Antalgin
Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang
mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral
di otak dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik.
Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa
sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).
C. Efek Samping Antalgin
Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan
obat-obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus
agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat
ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul,
penggunaan obat ini harus segera dihentikan (Lukmanto, 1986).
II.3 Metode Penetapan Kadar Antalgin
A. Iodimetri
Penetapan kadar
antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik
akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang
encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi
dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535
V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman,
2007).
B. Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri
adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan
reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida
dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral
sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh
I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).
C. Indikator
Biasanya indikator
yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada
pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil
dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar,
2007). Larutan kanji dengan
iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak
boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod,
larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika
warna mulai memudar (Basset, 1994).
D. Larutan Pentiter
Pada titrasi iodimetri
digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah oksidator lemah
sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air,
namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan
melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin mudah menguap, maka
larutan ini harus dibakukan dengan Natrium tiosulfat segera akan digunakan
(Day, 2002). Kelemahan pelarut
beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat
reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat
dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan
dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam suasana
asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam KI
akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).
BAB III
METODOLOGI
III.1 Sampel yang
diperiksa
Obat Generik tablet
Antalgin 500mg yang disiapkan dari laboratorium Analisa Obat dan Makanan.
III.2 Alat dan Bahan
A. Alat
Alat-alat yang
digunakan dalam pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Beaker Glass
2. Erlenmayer
3. Biuret
4. Klem dan statis
5. Pipet Volume
6. Pipet Ukur
7. Gelas Ukur
8. Corong Glass
9. Pipet tetes
10. Tissue
11. Timbangan Analitik
B. Bahan
Bahan-bahan yang
digunakan adalah :
1. Larutan Baku Primer
2. Larutan Baku Sekunder
3. Larutan Indikator Amylum 1%
4. Sampel
5. Aquadet
III.3
Pembuatan Reagen
a. KIO3 0,1 N 500 ml
Gram
=
=
= 0,8916 gram.
Cara Kerja : 1. Ditimbang KIO3 kemudian dimasukkan
ke dalam beakerglass.
2. Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas labu ukur.
b.
Na2S2O3 0,1N 500 ml
Gram =
=
= 12,409 gram.
Cara Kerja : 1. Ditimbang I2 kemudian dimasukkan ke
dalam beakerglass.
2. Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas labu ukur.
III.4
PROSEDUR KERJA
A. Standarisasi Na2S2O3 dengan
KIO3
1. Dipipet 10 ml KIO3 dimasukkan
ke dalam labu erlenmayer 250 ml.
2. Ditambah 10 ml H2SO4 dan 10 ml KI
3. Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai
warna kuning muda tepat hilang.
B.
Standarisasi I2 dengan Na2S2O3
1. Dipipet 10 ml Na2S2O3 dimasukkan
ke dalam labu erlenmayer 250 ml
2. Dititrasi dengan I2 sampai warna kuning kecoklatan.
C.
Penetapan Kadar Antalgin
1. Ditimbang setara serbuk tablet
sebanyak 300 mg, dimasukkan ke dalam erlenmayer 250 ml.
2. Ditambahkan air bebas CO2 dan 7,5 ml HCl.
3. Dititrasi dengan I2 sampai warna kuning keclokatan.
BAB IV
DATA HASIL PENELITIAN
IV.1 PENIMBANGAN SAMPEL
1. Kertas +
sampel
= 0,5798 gram
Kertas +
Sisa
= 0,2894
gram –
Sampel
= 0,2908 gram
2. Kertas +
Sampel
= 0,5688 gram
Kertas +
Sisa
= 0,2771 gram –
Sampel
= 0,2977 gram
3. Kertas +
Sampel
= 0,5919 gram
Kertas +
Sisa
= 0,2735 gram-
Sampel
= 0,3184 gram
IV.2 Data Titrasi
A. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Vol KIO3
|
N
|
Vol Na2S2O3
|
N
|
10 ml
|
0,1
|
10,7 ml
|
|
10 ml
|
0,1
|
10,4 ml
|
|
10 ml
|
0,1
|
10,5 ml
|
Rata-Rata
= 10,54 ml
N1 Na2S2O3 = 0,0955N
B.
Standarisasi I2 dengan Na2S2O3
Vol Na2S2O3
|
Normalitas
|
Vol I2
|
Normalitas
|
10 ml
|
0,0955 N
|
10,4 ml
|
|
10 ml
|
0,0955 N
|
10,3 ml
|
|
10 ml
|
0,0955 N
|
10,4 ml
|
Rata-Rata
= 10,37 ml
N1 I2 = 0,0920N
C.
Penetapan Kadar
Antalgin
Bobot Sampel
|
Volume I2
|
290,8 mg
|
13,8 ml
|
297,7 mg
|
14,3 ml
|
318,4 mg
|
26,6 ml
|
PK Antalgin no. 1 =
=
= 475,49 mg
PK Antalgin no.2 =
=
= 481,30 mg
PK Antalgin no.3 =
=
= 837,08 mg
D.
Penolakan Data
X
|
∑ X
|
D
|
475,49 mg
|
597,95 mg
|
112,46
|
481,30 mg
|
116,65
|
|
837,08 mg
|
239,13
|
Data yang dicurigai = 837,08 mg
X
|
∑ X
|
D
|
d
|
475,49 mg
|
478,395 mg
|
2,905
|
2,905
|
481,30 mg
|
2,905
|
2,905
|
Selisih antara data yang dicurigai
= 837,08mg -
478,395 mg
= 358,685 mg
2,5 x d
= 2,5 x 2,905
= 7,2625
Karena 358,685 > 7,2625 maka data 837,08 ditolak.
Jadi kandungan antalgin dalam tablet adalah 478,395 mg/tab.
% Kadar Tab 1 =
= 95,09%.
% Kadar Tab 2 =
= 96,26%.
% Kadar Tab 3 =
= 67,41%.
Kesimpulan : jadi dari percobaan di atas tablet nomor 3
tidak memenuhi persyaratan FI IV.
IV.3
DATA KESERAGAMAN BOBOT
X ( mg )
|
∑X - X
|
∑X – X2
|
Kadar mg/tab
|
% Etiket
|
609,6
|
10,27
|
105,4729
|
470,46
|
94%
|
629,5
|
9,63
|
92,73
|
485,82
|
97,16%
|
613,9
|
5,97
|
35,64
|
473,78
|
94,756%
|
612,9
|
6,97
|
48,58
|
473,01
|
94,602%
|
623,1
|
3,23
|
10.43
|
480,88
|
96,176%
|
619
|
0,03
|
0,0009
|
478,41
|
95,682%
|
628,3
|
8,43
|
71,06
|
484,90
|
96,98%
|
618
|
1,37
|
1,87
|
477,26
|
95,45%
|
621,5
|
1,63
|
2,65
|
479,65
|
95,93%
|
621,6
|
1,73
|
2,99
|
479,73
|
95,94%
|
∑X = 619,87
|
371,42
|
SB
= 5,25
SBR
=
=
= 0,85%
Syarat yang ditetapkan
: Bila SBR ≤ 6,0 % maka tablet antalgin memenuhi syarat FI IV.
BAB V
PEMBAHASAN
Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap
nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat
ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang
merugikan (Setiabudy, 2007).
Metode Penetapan Kadar Antalgin
A. Iodimetri
Penetapan kadar
antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik
akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang
encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi
dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535
V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman,
2007).
B. Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri
adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan
reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida
dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral
sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh
I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).
C. Indikator
Biasanya indikator
yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada
pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil
dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar,
2007). Larutan kanji dengan
iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak
boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod,
larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika
warna mulai memudar (Basset, 1994).
Pada penelitian ini uji kadar antalgin dilakukan dengan
menggunakan metode titrasi iodimetri, metode ini merupakan metode yang cukup
akurat karena titik akhirnya jelas. Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar
adalah sebagai berikut :
1. PK. No 1 = 475,49 mg/tab (95,09% b/b).
2. PK. No.2 = 481,30 mg/tab (96,26% b/b).
3. PK. No.3 = 837,08 mg/tab (67,41% b/b)
Dari ketiga kadar diatas terdapat satu data yang dicurigai yaitu PK. No 3 yaitu
sebesar 837,08mg/tab. Hal ini disebabkan karena pada saat titrasi ataupun
penimbangan sampel yang kurang teliti, sehingga selisihnya besar.
Sedangkan pada uji keseragaman bobot tablet, nilai SBR yang diperoleh adalah
sebesar 0,85%. Uji ini dilakukan dengan cara menimbang tablet antalgin satu
persatu sebanyak 10 tablet yang kemudian dihitung selisih antar tablet.
BAB VI
KESIMPULAN dan PENUTUP
Jadi dari hasil penelitian ini diperoleh hasil penetapan kadar tablet antalgin
sebesar 478,39 mg/tab dengan % kadar 95,67% b/b hasil ini memenuhi persyaratan
FI IV yaitu sebesar 95,0 % - 105,0%. Dan nilai keseragaman bobot dengan nilai
SBR sebesar 0,85% dengan persyaratan FI IV tidak lebih dari 6,0%. Sehingga
tablet antalgin yang di uji memenuhi persyaratan kadar dan keseragaman bobot.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A,
1994, Analisa Kuantitatif Senyawa Farmasi, Universitas
Sumatera Utara Press, Medan Hal 23-25.
Anief, M., 1991, Apa
yang perlu diketahui tentang obat, Gajah Mada University
Press,Yogyakarta, Hal 25.
Anief, M., 1999, ILMU
MERACIK OBAT TEORI DAN PRAKTEK, Gajah Mada University Press,.
Yogyakarta, Hal 210-216.
Ansel,H.C.,1989,Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Universitas Insonesia Press,
Jakarta, Hal 399-405.
PENETAPAN KADAR METAMPIRON
A. TUJUAN
B. LANDASAN TEORI
Analisis volumetri
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang sangat penting
penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan.
Keberhasilan analisis volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator
yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat (Harjanti,
2008).
Titrasi adalah proses
penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yg diketahui dan
diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah sampel tertentu yg
akan di analisis. Titrasi dapat diartikan larutan baku diteteskan dari buret
kepada larutan dalam erlemeyer yang akan diselidiki volumenya. Ada beberapa
macam titrasi, salah satunya adalah titrasi redoks yaitu titrasi yang
berdasarkan pada perpindahan electron antara titran dengan analit. Titrasi
redoks ada yang dikenal dengan metode iodimetri. Iodimetri adalah titrasi
langsung yang melibatkan larutan iodium. Diantara obat yang menggunakan metode
iodimetri adalah asam askorbat, natrium askorbat, metampiron (antalgin),
natrium tiosulfat dan sediaan-sediaan injeksi (Gholib & Rohman, 2007).
Titrasi iodimetri merupakan suatu proses titrasi secara langsung
dengan menggunakan larutan iod sebagai larutan standarnya. Titrasi Iodimetri
juga menggunakan indicator. Larutan amilum digunakan karena metodenya akurat
dan cepat untuk mengetahui adanya kalium iodat dalam garam. Kalium iodat dapat
dideteksi oleh larutan amilum karena kalium iodat dan amilum bereaksi membentuk
kompleks yang berwarna biru (Saptarini, 2009).
Harga potensial standar (Eo) pada iodium berada pada daerah
pertengahan yaitu iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun reduktor
walaupun pada dasarnya iod lebih mudah untuk mengoksidasi daripada mereduksi
(Idrus, 2013).
Metampiron adalah turunan pirazolon yang berkhasiat sebagai obat
antipiretik-analgesik atau biasa disebut sebagai senyawa analgetika non narkotik yang berkerja sebagai
analgetika dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari aminopirin
(Hasibuan, 2009). Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O)
memiliki bobot molekul 351,4. Titik lebur metampiron 1720C.
Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut dalam
eter, aseton, benzen dan kloroform. Metampiron memiliki panjang gelombang
serapan maksimum yang berbeda pada pelarut yang berlainan. Metampiron dan
fenilbutason memiliki kemiripan pada struktur molekulnya dan merupakan
kombinasi obat analgetik, antipiretik yang masih ditemukan dipasaran. Telah
diketahui bahwa campuran metampiron dan fenilbutason, mampu membentuk interaksi
molecular berupa senyawa molekular yang melebur in-kongruen (peritektik) jika
diberi perlakuan berupa energy termik. Titik peritektiknya terletak pada suhu
149,80C (Soewandhi, 2007).
Obat yang sering digunakan untuk menghilangkan radang dan
rasanyeri adalah obat-obatan analgetika atau Obat Antiinflamasi
Nonsteroid(OAINS). Meskipun berkhasiat menghilangkan radang dan nyeri, obat ini
tak boleh digunakan sembarangan karena jika digunakan bertahun-tahundengan
dosis tinggi, bisa menimbulkan adiksi, pengeroposan tulang, dantulang rawan
(Harwati, 2009).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah :
1. Buret
25 ml
2. Statif
dan Klem
3. Gelas
ukur 100 ml
4. Erlenmeyer
100 ml
5. Pipet
tetes
6. Lumpang dan
Alu
7. Corong
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah :
1. Aquades
2. Larutan
iodida 0,1 N
3. Larutan
Kanji 0,5%
4. Antalgin
500 mg
3. Uraian Bahan
- Asam Klorida Encer (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM DILUTUM
Pemerian :
Cairan; tidak berwarna tidak berbau.
Bentuk
Molekul : 36, 46
Rumus
Molekul : HCl
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat :
Zat tambahan
- Iodium (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi :
IODUM
Pemerian :
Keping atau butir, berat mengkilat, seperti logam; hitam kelabu; bau khas.
Berat
Molekul :
126, 91
Rumus
Molekul : I2
Kelarutan :
Larut dalam leih kurang 3500 bagian air, dalam 13 bagian etanol(95%) P, dalam
lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 4
bagian karbondisulfida P; larutdalam klorofrom P dan
dalam karbontetraklorida P.
- Tepung Kanji (Amilum) (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : AMYLUM
MANIHOT
Pemerian :
Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil; putih; tidak berbau; tidak
berasa.
Kelarutan :
Praktis, tidak larut dalam air dingin dan dalametanol (95%).
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering.
Khasiat :
Zat tambahan
- Metampiron (Antalgin) (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi :
MHETAMPYRONUM
Sinonim :
Antalgin
Berat
Molekul :
351,57
Rumus
Molekul : C13H16N3NaO4S.H2O
Rumus
Struktur :
Pemerian :
Serbuk hablur; putih atau putih kekuningan.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Khasiat :
Analgetikum, antiperetikum
- Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi :
AQUA DESTILLATA
Sinonim :
Air Suling
Pemerian :
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Berat
Molekul :
18,02
Rumus Molekul :
H2O
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Indikator Larutan Kanji
|
- Ditimbang 0,25 gram dan dimasukkan kedalam
gelas ukur 50 ml
- Diencerkan dengan air sebanyak 50 ml di dalam
labu takar
- Dimasukkan kedalam gelas ukur lalu dipanaskan
dengan menggunakan hot plate
Larutan kanji 0,5 %
2. Penetapan Kadar Sampel
|
- Digerus hingga halus
- Ditimbang sebangak 400 gram
- Ditambahkan HCl 5 ml dan dilarutkan dengan
aquades sampai 50 ml
- Digojok hingga homogen
Larutan Antalgin 50 ml
Larutan Antalgin 50 ml
- Dipipet 10 ml dan dimasukkan kedalam
Erlenmeyer 250 ml
- Diteteskan indikator larutan kanji 0,5 %
- Dititrasi dengan larutan I2 0,1
N sampai berubah warna menjadi biru mantap
- Diulang prosedur di atas sebanyak 3 kali
V1 = 1,3 ml
V2 = 1,2 ml
V3 = 1,0 ml
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Pengamatan
Perlakuan
|
Volume titran yang
terpakai
|
|
400
mg Antalgin + 5 ml HCl 0,01 M, diencerkan dengan air sampai volumenya 50 ml
10
ml larutan Antalgin + 1 pipet larutan kanji, kemudian dititrasi dengan
larutan I2 0,1 N. Diulang sebanyak 3 kali
|
V1 =
1,3 ml
V2 =
1,2 ml
V3 =
1,0 ml
|
|
Diketahui :
Volume I2
V1 =
1,3 ml
V2 =
1,2 ml
V3 =
1,0 ml
NI2 =
0,1 N
BE =
16,67 mg
Berat Sampel = 400 mg
Ditanyakan :
Kadar Metampiron = . . .?
Penyelesaian :
- Menentukan V rata-rata I2
V rata-rata =
= 1,3 + 1,2 + 1,0
= 3,5/3
=1,16 ml
- Menetukan mg sampel
Mg sampel =
=
=
80 mg
- Menetukan Kadar Metampiron
Kadar
metampiron =
Kadar
metampiron =
=
2,4 %
3. Reaksi
CH3 CH3
N N
C6H5 CH3 C6H5 CH3
H2O +
NaSO3 + CHOH
SO3Na HCL
O N CH2 O NH
CH3 CH3
NaHSO3 + I2 + H2O NaHSO3 + 2HI
F. PEMBAHASAN
Iodimetri merupakan metode titrasi yang penentuan atau
penetapannya berdasar pada jumlah volume I2 yang bereaksi
dengan sampel. Iodimetri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai
titran. Penentuan kadar Metampiron dengan metode titarsi iodimetri ini
didasarkan pada prinsip tereduksinya analit oleh I2 menjadi ion
I-. Pada umumnya sebelum melakukan titrasi, larutan I2 distandarisasi
terlebih dahulu menggunakan larutan standar primer. Biasanya I2 dilarutkan
dalam larutan KI, ini disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil,
dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah
larutan I3.
Metampiron adalah suatu derivat Pirazolon yang mempunyai efek
analgetika-antipiretika yang kuat. Dengan penambahan Tiamina mononitrat, efek
analgetiknya diperkuat lagi khusus untuk menghilangkan rasa nyeri yang
berhubungan neuritis. Efek samping dari obat ini adalah pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka
waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung Metampiron kadang-kadang
dapat menimbulkan kasus agranulositosis. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama
penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala
tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan. Efek samping lain
yang mungkin terjadi adalah methemoglobinemia, erupsi kulit, seperti pada kasus
eritematous disekitar mulut, hidung dan alat kelamin. Reaksi
hipersensitif reaksi pada kulit.
Pada percobaan ini, digunakan metampiron sebanyak 400 mg yang akan dititrasi dengan
menggunakan larutan iodin. Dalam percobaan ini digunakan amilum sebagai
indicator, dalam hal ini yaitu larutan kanji yang telah dilarutkan dalam air.
Kegunaan kanji sebagai indicator bertujuan untuk mengetahui batas penanda
berakhirnya titrasi dengan larutan iodium.Penambahan pati juga berfungsi membentuk
kompleks berwarna biru dengan I3-. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya
murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu bersifat tidak dapat larut
dalam air dingin, ketidakstabilan
suspensinya dalam air, dengan
iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji
tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Sebelum dititrasi, terlebih dahulu metampiron
dilarutkan dengan aquades dan HCl 0,01
N.Penambahan 0,01 N HCl dilakukan
untuk meningkatkan keasaman Metampiron, karena dalam titrasi iodimetri
dilakukan dalam keadaan asam.Telah diketahui bahwa dalam metode titrasi,
larutan yang diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan
kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman dari larutan
metampiron tersebut. Metampiron digunakan sebagai titrat, sementara iodin
digunakan sebagai titran. Penetapan metampiron pada percobaan ini
dilakukan dengan analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi.
Iodometri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya paling rendah dari
sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens
sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin
juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut
seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini
dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada
percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai
indikator.
Dalam percobaan titrasi kali ini, larutan titrat yakni
Metampiron menghasilkan warna merah muda keunguan. Namun menurut teori yng ada,
larutan Metampiron yang dititrasi dengan Iodin mengunakan indikator kanji akan
menghasilkan warna biru gelap pada larutan. Kelarutan dari iodin
meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron
(NaHSO) menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4. Seharusnya titik akhir dari reaksi
ini diindikasikan oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan
membentuk warna biru gelap. Selama metampiron masih terdapat dalam larutan,
triiodida secara cepat dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada warna
biru gelap yang terbentuk dari reaksi antara iodin - pati. Namun ketika
metampiron telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam kesetimbangan dengan
iodin akan membentuk warna biru gelap akibat reaksi dengan pati. Adanya kesalahan dalam percobaan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh kesalahan pada saat pembuatan Indikator atau
sampel yang digunakan sudah tidak steril, dalam hal ini yaitu sampel yang telah
terkontaminasi dengan zat lain.
Pada percobaan ini penetapan kadar metampiron yang telah
dilakukan, tidak dapat ditentukan berat equivalennya karena tidak dapat
diketahui mol titran dan titratnya, sehingga yang dapat diukur hanyalah titik
akhir titrasi saat mengalami perubahan warna.
G. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam percobaan ini yaitu didapatkan kadar
metampiron pada sampel obat Antalgin adalah 2,4 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Penuntun Praktikum Kimia Analisis I,
Universitas Haluoleo, Kendari.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi
III, Depatemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gandjar, Golib Ibnu, 2007, Kimia Farmasi
Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harjanti, Ratna Sri, 2008, Pemungutan
Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan
Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri, Jurnal
Rekayasa Proses, Vol
2.No.2.
Harwati, CH Tri, 2009, Khasiat jahe bagi kesehatan tubuh manusia,
Jurnal inovasi pertanian, Vol. 8. No.1.
Hasibuan, Sri Romaito, 2009, Pengaruh
Pemberian Vitamin C terhadap Efek Analgetika Metampiron pada Marmut (Cavia
cobaya), Skripsi, Fakultas Farmasi Univesitas Sumatra
Utara, Medan.
Idrus, Rosita ,dkk, 2013, Pengaruh suhu aktivasi terhadap
kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa, Jurnal Prisma
fisika, Vol.1. No.1.
Saptarini, dkk, 2009, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Kalium
Iodat Dalm Garam Dengan Menggunakan Metode Iodimetri dan Spektrofotometri Ultra
Violet,Jurnal Farmaka, Vol.7 No. 2.
Soewandhi, Sundani Nurono, dkk. 2007. Pengaruh Milling Terhadap
Laju Disolusi Campuran Metampiron-Fenilbutason (7:3). Majalah ilmu
kefarmasian, Vol. 4. No.2.